Masih banyak orang menunda menyelesaikan skripsi sampai menjelang tenggat waktu (deadline) penyerahan naskah skripsi habis. Padahal penundaan merupakan langkah yang sangat merugikan tidak hanya bagi mahasiswa tetapi juga bagi pembimbing.
Waktu penyelesaian standar skripsi biasanya mengikuti semester yang sedang berjalan. Biasanya selama satu semester. Itu sudah meliputi sidang proposal hingga ujian akhir/sidang skripsi. Dengan demikian waktu efektif hanya berkisar 3-4 bulan. Nah, semestinya waktu yang tersedia bisa dibagi dengan baik sejak pencarian tema, penyusunan proposal, ujian proposal, pencarian data, melakukan analisa hingga ujian akhir skripsi.
Bagi mahasiswa akan lebih mudah bila mengajukan perkembangan kemajuan naskah skripsinya kepada pembimbing setiap minggu. Dengan demikian, pembimbing juga bisa memberikan masukan perbaikan bagi naskah tersebut. Setelah mendapatkan masukan/feedback, mahasiswa dapat memperbaikinya dan kemudian bisa dikonsultasikan minggu berikutnya.
Bagi pembimbing, dengan pengalokasian waktu penyusunan skripsi yang jelas, akan dimudahkan pula. Pembimbing adalah dosen yang memiliki berbagai kesibukan. Oleh karena itu, waktu konsultasi tatap muka harus diatur sebaik mungkin. Dengan pertemuan secara reguler dan bertahap, masukan yang diberikan pembimbing pun bisa maksimal.
Sangat berbeda bila mahasiswa datang kepada pembimbing menjelang detik-detik terakhir deadline penyerahan naskah skripsi. Pembimbing akan merasa di by-pass atau bahkan di fait a comply, artinya diminta untuk mengoreksi naskah yang biasanya disusun sekaligus oleh mahasiswa deadliner (mahasiswa yang menunda skripsi dan menyusunnya ketika deadline sudah dekat). Yang lebih buruk lagi adalah mahasiswa deadliner biasanya meminta dengan merengek-rengek agar pembimbing berkenan menyetujui naskah tersebut dengan alasan waktu penyusunan naskah skripsi telah habis.
Langkah ini jelas merugikan. Pembimbing tidak akan semudah itu menerima keinginan mahasiswa. Pembimbing memiliki otoritas dalam menentukan apakah naskah skripsi layak atau tidak dan atau dinyatakan siap atau belum untuk disidangkan. Umumnya pembimbing memiliki kecenderungan menolak naskah skripsi yang diserahkan mahasiswa model deadliner ini.
Kalau mahasiswa menemukan dosen yang baik dan mau membaca dengan seksama naskah skripsi tersebut, maka ada kemungkinan naskah tersebut lolos. Tapi kemungkinan itu sangat kecil mengingat naskah yang disusun mahasiswa deadliner biasanya disusun dengan terburu-buru. Akibatnya, tidak hanya soal redaksional yang banyak kesalahannya, tetapi juga masalah data yang tidak lengkap, lemahnya analisa hingga buruknya penyusunan kesimpulan dan agenda penelitian ke depan.
Apabila sudah seperti ini, siapa yang rugi? Tentu mahasiswa deadliner. Pembimbing dengan otoritasnya akan meminta perpanjangan waktu untuk penulisan dan itu berarti harus tambah paling tidak satu semester. Artinya, harus ada pembayaran lagi. Masih beruntung bagi mahasiswa yang punya sisa waktu kuliah yang mencukupi, tetapi bayangkan bagi yang sudah tidak punya waktu lagi. Mimpi buruk drop-out didepan mata. Uang juga bisa jadi kendala, apalagi biaya kuliah makin hari semakin mahal saja.
Nah, kalau begitu pikirkanlah baik-baik bila Anda berniat atau sedang menunda skripsi. Dengan menunda berarti Anda mengorbankan kualitas skripsi karena biasanya akan bersifat lebih pragmatis (asal jadi yang penting lulus), pemborosan uang, tenaga dan waktu, hingga kemungkinan konflik Anda dengan pembimbing yang merasa di-fait a comply. Bila hal terakhir ini terjadi, kelulusan Anda sepertinya bakal di ujung tanduk.
Kenapa menunda skripsi? Ayo, mulailah kerjakan sekarang juga!
KOMENTAR SKRIPSI-ERS